ROGOBRATI "CARE"
- Home
- Products
- ormas karangtaruna
- Company
- Rogobranti
- Desa Bandung Kec. Wonosegoro ,Kab. Boyolali 57382
- Rogobranti
- Contact
085742300269
KARANGTARUNA MENGUCAPKAN
Jumat, 26 Februari 2016
RADEN TUMENGGUNG PRAWIRODIGDOYO
RADEN TUMENGGUNG PRAWIRODIGDOYO
Lahir kurang lebih pada tahun 1780 sebagai anak kedua dari
Raden Ngabehi Surotaruno III yang merupakan keturunan
dari ayah garis keenam dari I.S.K.S. Amangkurat Agung,
(Tegal) keturunan dari Pangeran Notobroto I, Ibu garis
keempat dari I.S.K.S. Pakubuwono I (Pangeran Puger) dari
B.P.H. Puruboyo (Lumajang).
Raden Tumenggung Prawirodigdoyo dibesarkan di daerah
Gagatan dan semenjak masih kecil telah memiliki kelebihan
dibandingkan dengan teman-teman sebayanya sebagai
contoh pada waktu menginjak usia 8 tahun, Raden
Tumenggung Prawirodigdoyo telah bisa menaiki kuda dan
hari-demi hari teman-teman sepermainannya semakin
sayang dengannya.
Gagatan merupakan dukuh di kaki pegunungan Kendeng
terletak ditepi sungai ketoyan (Wonosegoro), sedangkan arti
gagatan sendiri ada bermacam-macam yaitu dari kata gagat
yang bermakna pagi-pagi benar atau sebelum matahari
terbit, ettapi jika dibaca dengan menggunakan aksara jawa
maka gagat sendiri adalah berarti kuat sekali yang memiliki
makna apabila beradu kekuatan sampai titik darah
penghabisan (dilabuhi pecahing dada, wutahing ludira), jika
dipisah suku kata gagatan akan menjadi dua kata yang
bermakna lain yaitu gaga (padi yang ditanan di ladang) dan
ketan (padi ketan).
Di Gagatan jika kita berkunjung kesana maka akan kita
jumpai gundukan tanah yang menurut cerita terdapat dua
versi yang pertama adalah makam Kyai Berah atau Dinrah
(yang berasal dari kata modin dan lurah) yang kediua
menurut K.R.M. Mloyosunaryo gundukan tersebut adalah
bekas galian tanah tempat bertapa pendem I.S.K.S
Pakubuwono VI bersama-sama dengan Raden Tumenggung
Prawirodidoyo yang memberikan ilmunya berupa Ajidipa
dan membuat sumpah untuk memerangi penjajah Belanda.
Penjajahan Belanda kian hari menjadi kian kejam, dan hal ini
juga dirasakan didaerah Gagatan, sebelum
pecah perang Diponegoro telah banyak persekutuan antara
penguasa daerah menentang penjajahan Belanda.
Menurut cerita, Raden Tumenggung Prawirodidoyo memiliki
pasukan sejumlah 6000 orang dengan bersenjatakan
tombak, pedang, bandil dan empat buah pucuk meriam dan
memiliki sebuah pusaka yang berupa sebuah kentongan
pemberian dari Kyai Gunung Merbabu dengan khasiat
apabila dipukul satu kali dapat terdengar diseluruh
Kabupaten, rakyat yang mendengarnya akan siap siaga dan
apabila dipukul dua kali maka bagi yang tidur akan bangun
semua dan siap siaga dan yang takut menjadi pemberani,
jika dipukul tiga kali, semuanya akan berangkat ke Gagatan
dengan senjata lengkap. Hal tersebut ternyata diketahui oleh
pihak Belanda dan ditulis dalam buku De Java Oorlog jilid I
halaman 362.
Kegigihan Raden Tumenggung Prawirodidoyo dan I.S.K.S
Pakubuwono VI dalam menumpas Belanda digambarkan
sebagai seorang yang naik kuda yang baru ditangkap dari
hutan dan terus dinaiki sampai di kancah peperangan,
sedangkan I.S.K.S Pakubuwono VI digambarkan sebagai
seekor harimau buas yang ditusuk-tusuk oleh tombak.
R.T. Prawirodigdoyo didampingi oleh Kyai singomanjat
Imam Rozi, Kyai Singolodra Umar Sidig dan Kyai Suhodo
Som dan Kyai Singoyudo pada tahun 1827 mengadakan
peperangan di Desa Klengkong dan pihak belanda yang
waktu itu dipimpin oleh Mayor Has, Kapten Win dan Regel
dan senopati dari Mataram antara lain B.P.H Murdaningrat,
B.P.H Hadiwinoto, B.P.H. Hadiwijoyo dan R.T Nitinegoro
bertempur dengan hebatnya, terlihat bahwa kekuatan kedua
kubu seimbang dan seorang dari prajurit yang ada di
Klengkong yang berpakaian celana bludru biru dengan baju
tretes dengan srempang kuning emas besar dan bertopi
bundar besar (songkok) yang tidak lain adalah telah terjatuh
dari kudanya setelah terkena peluru meriam, namun masih
dapat diselamatkan oleh para prajurit dan dibawa ke Desa
Kedung Gubah dan dirawat oleh R.A. Sumirah selama 15
hari dan tepatnya sampai pada malam Jumat Pon tanggal
30 Nopember 1827 gugur karena luka dalam yang
dideritanya. sebelum meninggal Raden Tumenggung
Prawirodidoyo berpesan agar nanti jasadnya dimakamkan di
dekat makam gurunya Seh Kalikojipang di makam Blunyah
Gede dan saat nanti agar Pangeran Diponegoro serta
senopati-senopati yang ada supaya lebih berhati-hati sebab
sekembalinya setelah berpesan demikian Raden
Tumenggung Prawirodidoyo menghembuskan nafas terahir
disaksikan oleh Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, dan R.A.
Sumirah dan seperti pesan terahir yang disampaikan Raden
Tumenggung Prawirodidoyo dimakamkan di Makam Bluyah
Gede.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
monggo koment